Terbit di Harian Indo Pos, 24 September 2007
* Menengok Kegiatan Komunitas Sepeda Ketika Bulan Ramadhan Tiba
Menunggu Sahur Tiba, Habis Tarawih Bersepeda Malam
Aktifitas berolahraga memasuki bulan suci Ramadan seperti saat ini mengalami perubahan waktu. Hal ini mengingat umat muslim menjalani ibadah puasa sejak Imsak hingga Magrib. Seperti halnya yang dilakukan komunitas sepeda di Kota Depok.
J. Armanto, KOTA DEPOK
JARUM jam menunjukkan pukul 22.00 WIB. Sekelompok pemuda dengan mengenakan celana pendek dan kaos, serta helm sudah berkumpul di pelataran minimarket di perumahan Kopassus, kelurahan Sukatani, Cimanggis, Depok, Sabtu (22/9) malam. Sementara deretan sepeda gunung tergantung di batang bambu. Mereka saling kontak melalui handphone dengan rekan-rekannya sebelum siap berangkat. ”Bagaimana semua sudah lengkap?” ujar Yudi Dendi, 39, salah seorang anggota komunitas sepeda Mogend Cylist Community (MCC) itu kepada rekannya.
Sekitar 10 orang lantas mulai mengayuhkan pedalnya menuju perumahan elit Raffles Hills, kelurahan Harjamukti, Cimanggis. Mereka bergabung dengan rombongan Pak Erik, komunitas sepeda lainnya. Di tengah perjalanan, kelompok Mogend (Modal Genjot Doang) bertemu dengan rombongan dr Untung, 60, pehobi sepeda dari perumahan Perwira Angkatan Darat, Jalan Nangka, Depok. Hingga akhirnya mencapai total sekitar 30 orang.
Yudi mengaku, di luar bulan Ramadhan bersama rekan-rekannya bersepeda setiap Sabtu dan Minggu pagi. Namun memasuki bulan puasa waktu aktifitasnya diubah menjadi malam hari.
”Biasanya sehabis salat Tarawih (setiap Sabtu, Red) kita langsung kumpul dan main bareng. Ya sambil menunggu waktu sahur. Karena selesai main sepeda sekitar pukul 02.00 WIB dinihari,” ujarnya kepada Koran ini.
Karena berolahraga pada malam hari, maka lampu penerangan menjadi alat yang paling utama. Setiap pehobi sepeda harus memiliki lampu agar perjalanan tidak mengalami kendala. Apalagi jalur yang ditempuh memasuki kebun, perkampungan, hutan bambu, lapangan luas, dan sebagainya. Meski peralatan penerangan sudah lengkap, toh belum tentu bisa dikatakan safety (aman). Salah seorang peserta, Slamet, 45, sempat terjatuh sebanyak tiga kali lantaran jalur yang dilaluinya banyak lubang. ”Mau bagaimana lagi, jalurnya memang gelap,” tandasnya.
Sementara itu, John, 45, pehobi lainnya yang ditunjuk sebagai navigator perjalanan mengatakan, jalur yang ditempuh mulai dari Cimanggis Depok sampai Gunung Putri dan Cikeas, Kabupaten Bogor. Jalur-jalur itu mayoritas gelap gulita lantaran kurang penerangan di sepanjang jalan. ”Ya pokoknya para peserta harus berhati-hati,” tandas mantan atlit sepeda tingkat nasional itu.
Selain berhati-hati, kekompakan juga tetap dijaga. Jangan sampai ada peserta yang tertinggal. Soalnya, bisa saja peserta ketinggalan rombongan di tengah kegelapan malam. ”Kalau ada rekan kita yang terlepas dari rombongan, maka rekan lainnya harus membunyikan bel sebagai tanda harus berhenti,” jelas Iwan One, 32, peserta lainnya.
Bagi Yudi, Slamet, John, dan Iwan mengaku bersepeda pada malam hari (night ride) lebih banyak tantangannnya ketimbang pagi hari. Disamping harus ekstra hati-hati, jalur yang terjal dengan permukaan naik dan turun menjadi kenikmatan tersendiri.
”Bermain sepeda malam hari memang memiliki kepuasan tersendiri. Pokoknya enak lah,” tandas Aa, sapaan Yudi. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar