* Dilanjutkan Perjalanan Sabtu (6/12/08) dan Senin (8/12/08)
Seperti pada tahun lalu. Tradisi panen rambutan di kediaman Letkol (Purn) Untung S., orangtua Mas Lilik masih terus dilakukan pada tahun ini. Pada Sabtu (29/11/08) lalu, rekan-rekan yang terdiri dari lima orang diantara Mas Lilik, Mas Giri, Pak Slamet, Rio, dan djoeniE menjambangi kediaman pak Untung di Klapanunggal, Bogor .
Perjalanan cukup melelahkan. Disamping suhu yang cukup panas menjelang hujan, rekan2 juga sempat nyasar. Tapi kondisi itu tidak berlangsung lama. Rekan2 pun tidak mau ngebut. Soalnya, engsel Mas Lilik masih sakit. Jadi ngikutin primbon Jawa, Alon alon asal Kelakon (pelan-pelan asal Pak Slamet eh selamat).
Tiba di rumah ortu Mas Lilik, sajian rambutan satu karung siap santap sudah disediakan. Tanpa disuruh pun rekan2 langsung serrrrbuuuuuuuuuuu!!! Setengah karung rambutan tak lama ludes. Sisa-sisa kulit rambutan tampak berserakan di depan rumah.
Keramahan ortu Mas Lilik belum sampai di situ. Ibu Mas Lilik lalu menyuruh rekan2 untuk makan siang dengan lalapan, telur rebus plus sambal ulek. Euuuuunnnnaaakkk tenannnnnnn...
Makan rambutan udah, santap siang pun tak ketinggalan. Seperti biasa, diselingi ngobrol dengan Pak Untung. Seperti pada tahun lalu, bapaknya Mas Lilik bercerita tentang penugasan di medan perang yang dialami seperti di Timor-Timur, Manado, dan daerah lainnya. Sebelum memasuki masa pensiun, bapak Mas Lilik memang berdinas di RPKAD atau Kopassus sama dengan sebagian besar bapak rekan2 mogenD.
Pada tahun lalu, Pak Untung mengisahkan tentang operasi pembebasan sandera atas pembajakan di Bandara Don Muang, Thailand pada 1981. Operasi tersebut merupakan cikal bakal terbentuknya Satuan Anti Teror (Sat Gultor) 81 Kopassus. Bapak Mas Lilik masih ingat detail operasi tersebut, termasuk operasi-operasi tempur lainnya. Seolah semua kisah masih terekam apik meski usia Pak Untung sudah mencapai 68 tahun.
Pergolakan perang yang pernah dialaminya kini menjadi kisah menarik yang terpendam di dalam diri Pak Untung. Hidupnya sekarang layaknya seorang petani di pedesaan yang nun jauh di sana. Sehari-hari Pak Untung selalu berkebun, berkebun, dan berkebun. Apa saja yang bisa diolah, dia akan tanam seperti kacang, talas, dan sebagainya.
Yang menarik dari kehidupan ortu Mas Lilik yakni, kalau di dapur tidak menggunakan minyak tanah atau gas untuk memasak. Melainkan memanfaatkan kayu bakar dari pekarangan rumahnya yang cukup luas seperti orang-orang di daerah pedesaan di Jawa. Sementara warga lainnya masih khawatir jika bahan bakar naik. ”Di sini banyak kayu. Jadi saya jadikan kayu bakar untuk masak,” ujar Pak Untung.
Sebelum menyudahi obrolan dan pulang, rekan2 dibekali oleh-oleh rambutan. Satu orang bisa membawa satu plastik besar. Karena itu, setengah karung rambutan yang sempat habis ditambah lagi. Rekan2 pun pulang dengan santai dan sesekali mengunyah buah rambutan di tengah jalan..
Oo iya sekalian. Pada Sabtu (6/12/08) lalu rekan2 mogenD kedatangan kawan lama yang masih berdinas di Poso, Sulawesi. Adalah Mas Nur yang kembali bergenjot ria dengan rekan2 pada Sabtu lalu. Kepulangannya kali ini seiring dengan perayaan Idul Adha. Selamat datang Mas Nur!
Nah Sabtu lalu yang genjot diantaranya Mas Nur, Mas Giri, Pak Slamet, dan Yakop. Trus Senin (8/12/08) pagi usai salat Ied kembali dilanjutkan genjot. Kali ini diikuti antara lain Mas Giri, Mas Sentot, Mas Bambang, Lita, Iwan, Mbak Dewi, dan Pak Slamet.
Dah ye ceritanya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar