IBARAT pepatah, ‘Banyak Jalan menuju Roma’. Banyak cara pula untuk melakukan sesuatu. Setidaknya itu yang dilakukan humas mogenD untuk menyosialisasikan nikmatnya sepeda dengan cara memasang stiker di sejumlah lokasi tentang ajakan bersepeda kepada masyarakat.
Langkah ini memang sudah sejak lama dilakukan organisasi atau komunitas sepeda lainnya sebelum mogenD seperti B2W. Tapi apa salahnya mogenD mencoba sejak kini. Toh ‘nasi belum menjadi bubur’. Apalagi masyarakat yang berminat main sepeda cukup tinggi mengingat krisis keuangan global masih mendera.
Sejak dua minggu lalu, stiker-stiker mogenD sudah terpampang di sejumlah tempat diantaranya nasi uduk (nasduk) Sukatani (tempat biasa kawan2 mogenD mangkal sebelum genjot pagi), Warung Awi, Warung Santi, Warung Asem, dan sebagainya.
Nah perjalanan Sabtu (20/12/2008) lalu cukup nikmat. Cuaca pagi juga mendukung, meski akhirnya di tengah jalan sempat turun hujan cukup lebat. Akibatnya jalan-jalan menjadi becek ngak ada ojek...
Rute dimulai dari nasduk kemudian menyusuri pinggiran Tol Jagorawi hingga menuju ke Warung Santi. Dalam perjalanan Mas Giri sempat terjatuh di dekat pintu tol Karanggan, Bogor, persisnya saat belok di tikungan tajam dengan kondisi jalan yang sangat licin dan berlumut. Jalan setapak itu memang terbuat dari semen. Tapi kondisi Mas Giri tidak parah, hanya lecet2 di kaki dan kembali melanjutkan perjalanan.
Awalnya, Pak Slamet yang menjadi navigator di depan Mas Giri nyaris terpelanting. Namun bisa teratasi setelah jurus Kungfu Panda yang diperoleh dari negeri Tirai Bambu Cina keluar he2 (becanda kok, tapi kalo Pak Slamet nyaris jatuh benerrr).
Sebelum hujan turun cukup lebat. Rekan2 terlebih dulu istirahat di Warung Santi sambil makan cemilan. Karena mendekati makan siang, kami lantas menuju Warung ASem yang ada di sebelahnya. Lalapan dengan ikan segar dan sambal ulek sudah tersedia. Hmmm nyam nyam mak yosss…
Setelah hujan reda dan perut terisi full. Rekan2 melanjutkan perjalanan pulang dengan cuaca gerimis. Sejumlah rute offroad yang dilalui juga jeblok lantaran tanah basah. Namun itu bukan halangan, malah sebaliknya tantangan hingga akhirnya pada kotor2 an. Beruntung di rumah mas Giri bisa cuci sepeda gratis. Jadi pulang nggak dimarahin bini he2.
O.. iya yang genjot kemarin bisa dihitung jari diantaranya Mas Giri, Pak Slamet, Mas Bambang, Niko, dan djoeniE.
Dah Yeee
Rabu, 24 Desember 2008
Senin, 22 Desember 2008
Mau Tahu Sejarah Sepeda?
(Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)
Sepeda adalah alat transportasi yang sederhana, tanpa motor sehingga di Indonesia dikenal sebagai kereta angin.
Seperti ditulis Ensiklopedia Columbia, nenek moyang sepeda diperkirakan berasal dari Prancis. Menurut kabar sejarah, negeri itu sudah sejak awal abad ke-18 mengenal alat transportasi roda dua yang dinamai velocipede. Bertahun-tahun, velocipede menjadi satu-satunya istilah yang merujuk hasil rancang bangun kendaraan dua roda.
Yang pasti, konstruksinya belum mengenal besi. Modelnya pun masih sangat "primitif". Ada yang bilang tanpa engkol, pedal tongkat kemudi (setang). Ada juga yang bilang sudah mengenal engkol dan setang, tapi konstruksinya dari kayu.
Adalah seorang Jerman bernama Baron Karls Drais von Sauerbronn yang pantas dicatat sebagai salah seorang penyempurna velocipede. Tahun 1818, von Sauerbronn membuat alat transportasi roda dua untuk menunjang efisiensi kerjanya. Sebagai kepala pengawas hutan Baden, ia memang butuh sarana transportasi bermobilitas tinggi. Tapi, model yang dikembangkan tampaknya masih mendua, antara sepeda dan kereta kuda. Sehingga masyarakat menjuluki ciptaan sang Baron sebagai dandy horse.
Baru pada 1839, Kirkpatrick MacMillan, pandai besi kelahiran Skotlandia, membuatkan "mesin" khusus untuk sepeda. Tentu bukan mesin seperti yang dimiliki sepeda motor, tapi lebih mirip pendorong yang diaktifkan engkol, lewat gerakan turun-naik kaki mengayuh pedal. MacMillan pun sudah "berani" menghubungkan engkol tadi dengan tongkat kemudi (setang sederhana).
Sedangkan ensiklopedia Britannica.com mencatat upaya penyempurnaan penemu Prancis, Ernest Michaux pada 1855, dengan membuat pemberat engkol, hingga laju sepeda lebih stabil. Makin sempurna setelah orang Prancis lainnya, Pierre Lallement (1865) memperkuat roda dengan menambahkan lingkaran besi di sekelilingnya (sekarang dikenal sebagai pelek atau velg). Lallement juga yang memperkenalkan sepeda dengan roda depan lebih besar daripada roda belakang.
Namun kemajuan paling signifikan terjadi saat teknologi pembuatan baja berlubang ditemukan, menyusul kian bagusnya teknik penyambungan besi, serta penemuan karet sebagai bahan baku ban. Namun, faktor safety dan kenyamanan tetap belum terpecahkan. Karena teknologi suspensi (per dan sebagainya) belum ditemukan, goyangan dan guncangan sering membuat penunggangnya sakit pinggang. Setengah bercanda, masyarakat menjuluki sepeda Lallement sebagai boneshaker (penggoyang tulang).
Sehingga tidak heran jika di era 1880-an, sepeda tiga roda yang dianggap lebih aman buat wanita dan laki-laki yang kakinya terlalu pendek untuk mengayuh sepeda konvensional menjadi begitu populer. Trend sepeda roda dua kembali mendunia setelah berdirinya pabrik sepeda pertama di Coventry, Inggris pada 1885. Pabrik yang didirikan James Starley ini makin menemukan momentum setelah tahun 1888 John Dunlop menemukan teknologi ban angin. Laju sepeda pun tak lagi berguncang.
Penemuan lainnya, seperti rem, perbandingan gigi yang bisa diganti-ganti, rantai, setang yang bisa digerakkan, dan masih banyak lagi makin menambah daya tarik sepeda. Sejak itu, berjuta-juta orang mulai menjadikan sepeda sebagai alat transportasi, dengan Amerika dan Eropa sebagai pionirnya. Meski lambat laun, perannya mulai disingkirkan mobil dan sepeda motor, sepeda tetap punya pemerhati. Bahkan penggemarnya dikenal sangat fanatik.
Kini, sepeda punya beragam nama dan model. Ada sepeda roda tiga buat balita, sepeda mini, "sepeda kumbang", hingga sepeda tandem buat dikendarai bersama. Bahkan olahraga balap sepeda mengenal sedikitnya tiga macam perangkat lomba. Yakni "sepeda jalan raya" untuk jalanan mulus yang memiliki sampai 16 kombinasi gir yang berbeda, "sepeda track" dengan hanya 1 gigi serta "sepeda gunung" yang memiliki 24 gigi.
(Sumber : http://id.wikipedia.org)
Sepeda adalah alat transportasi yang sederhana, tanpa motor sehingga di Indonesia dikenal sebagai kereta angin.
Seperti ditulis Ensiklopedia Columbia, nenek moyang sepeda diperkirakan berasal dari Prancis. Menurut kabar sejarah, negeri itu sudah sejak awal abad ke-18 mengenal alat transportasi roda dua yang dinamai velocipede. Bertahun-tahun, velocipede menjadi satu-satunya istilah yang merujuk hasil rancang bangun kendaraan dua roda.
Yang pasti, konstruksinya belum mengenal besi. Modelnya pun masih sangat "primitif". Ada yang bilang tanpa engkol, pedal tongkat kemudi (setang). Ada juga yang bilang sudah mengenal engkol dan setang, tapi konstruksinya dari kayu.
Adalah seorang Jerman bernama Baron Karls Drais von Sauerbronn yang pantas dicatat sebagai salah seorang penyempurna velocipede. Tahun 1818, von Sauerbronn membuat alat transportasi roda dua untuk menunjang efisiensi kerjanya. Sebagai kepala pengawas hutan Baden, ia memang butuh sarana transportasi bermobilitas tinggi. Tapi, model yang dikembangkan tampaknya masih mendua, antara sepeda dan kereta kuda. Sehingga masyarakat menjuluki ciptaan sang Baron sebagai dandy horse.
Baru pada 1839, Kirkpatrick MacMillan, pandai besi kelahiran Skotlandia, membuatkan "mesin" khusus untuk sepeda. Tentu bukan mesin seperti yang dimiliki sepeda motor, tapi lebih mirip pendorong yang diaktifkan engkol, lewat gerakan turun-naik kaki mengayuh pedal. MacMillan pun sudah "berani" menghubungkan engkol tadi dengan tongkat kemudi (setang sederhana).
Sedangkan ensiklopedia Britannica.com mencatat upaya penyempurnaan penemu Prancis, Ernest Michaux pada 1855, dengan membuat pemberat engkol, hingga laju sepeda lebih stabil. Makin sempurna setelah orang Prancis lainnya, Pierre Lallement (1865) memperkuat roda dengan menambahkan lingkaran besi di sekelilingnya (sekarang dikenal sebagai pelek atau velg). Lallement juga yang memperkenalkan sepeda dengan roda depan lebih besar daripada roda belakang.
Namun kemajuan paling signifikan terjadi saat teknologi pembuatan baja berlubang ditemukan, menyusul kian bagusnya teknik penyambungan besi, serta penemuan karet sebagai bahan baku ban. Namun, faktor safety dan kenyamanan tetap belum terpecahkan. Karena teknologi suspensi (per dan sebagainya) belum ditemukan, goyangan dan guncangan sering membuat penunggangnya sakit pinggang. Setengah bercanda, masyarakat menjuluki sepeda Lallement sebagai boneshaker (penggoyang tulang).
Sehingga tidak heran jika di era 1880-an, sepeda tiga roda yang dianggap lebih aman buat wanita dan laki-laki yang kakinya terlalu pendek untuk mengayuh sepeda konvensional menjadi begitu populer. Trend sepeda roda dua kembali mendunia setelah berdirinya pabrik sepeda pertama di Coventry, Inggris pada 1885. Pabrik yang didirikan James Starley ini makin menemukan momentum setelah tahun 1888 John Dunlop menemukan teknologi ban angin. Laju sepeda pun tak lagi berguncang.
Penemuan lainnya, seperti rem, perbandingan gigi yang bisa diganti-ganti, rantai, setang yang bisa digerakkan, dan masih banyak lagi makin menambah daya tarik sepeda. Sejak itu, berjuta-juta orang mulai menjadikan sepeda sebagai alat transportasi, dengan Amerika dan Eropa sebagai pionirnya. Meski lambat laun, perannya mulai disingkirkan mobil dan sepeda motor, sepeda tetap punya pemerhati. Bahkan penggemarnya dikenal sangat fanatik.
Kini, sepeda punya beragam nama dan model. Ada sepeda roda tiga buat balita, sepeda mini, "sepeda kumbang", hingga sepeda tandem buat dikendarai bersama. Bahkan olahraga balap sepeda mengenal sedikitnya tiga macam perangkat lomba. Yakni "sepeda jalan raya" untuk jalanan mulus yang memiliki sampai 16 kombinasi gir yang berbeda, "sepeda track" dengan hanya 1 gigi serta "sepeda gunung" yang memiliki 24 gigi.
(Sumber : http://id.wikipedia.org)
Langganan:
Postingan (Atom)